>

Ads 468x60px

Selasa, 26 Juni 2012

Peranan Guru dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah


     Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri (ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan karakter dirinya.

     Dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa digugu dan ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.

        Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut.
  1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
  2. Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
  3. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
  4. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
  5. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
  6. Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya

        Dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor mutelak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang digugu dan ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.

         Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks sistem pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta didik, guru harus diposisikan atau memposisikan diri pada hakekat yang sebenarnya, yaitu : 

  1. guru merupakan pengajar dan pendidik, yang berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan, juga mendidik dan mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi yang dilakukannya di kelas dan luuar kelas; 
  2. guru hendaknya diberikan hak penuh (hak mutelak) dalam melakukan penilaian (evaluasi) proses pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya; dan 
  3. guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunkan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristif setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku penentu kebijakan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2000
Bahan Dasar Peningkatan Wawasan Keagamaan (Islam) Guru Bukan Pendidikan Agama SLTP dan SMA, Depdiknas Dirjen Dikdasmen Bagian Proyek Peningkatan Wawasan Keagamaan Guru, Jakarta.
Ahmad Tafsir, 2001
Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa Melalui Mata Pelajaran Umum, Gema PWKGA Edisi April 2001 : 1 - 5.
Jamal Ma’mur Asmani, 2010
Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta : Penerbit Diva Press.
Kemendiknas, 2010
Draf Pedoman Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta : Kemendiknas.
Kemendiknas, 2010
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah, Jakarta : Kemendiknas.
Jerowaru Lombok Timur, 28 Oktober 2011.

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/28/peranan-guru-dalam-pengembangan-pendidikan-karakter-di-sekolah/

Senin, 11 Juni 2012

Pendidikan Karakter atau Pendidikan Berkarakter


Pendidikan karakter atau pendidikan berkarakter. Pendidikan di Indonesia memang tengah mendapatkan ujian. Hal ini terkait dengan terlihat semakin memburuknya keadaan demokrasi di Indonesia. Memang pada teorinya semakin bertambah umur demokrasi maka akan semakin kuat pula pelaksanaan demokrasi tersebut. Karena bohong jika masyarakat tidak belajar dengan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Namun jika proses belajar tersebut tidak dilatar belakangi dengan pendidikan yang sesuai maka akan hilanglah angan-angan penegakan demokrasi yang kuat. Di sinilah kemudian timbul tuntutan pada dunia pendidikan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas.
Lantas seperti apakah seharusnya pendidikan di Indonesia? Jika kita sedikit menilik pemberitaan nasional, saat ini tengah didengung-dengungkannya tentang pendidikan karakter. Pendidikan yang mengharapkan hasil yang berupa SDM yang berkarakter dan mampu mengisi kemerdekaan.
Apa sebenarnya pendidikan karakter itu?
Seharusnya:
seperti beberapa artikel yang telah saya tulis sebelumnya pendidikan karakter adalah pendidikan yang memberikan fokus tersendiri terhadap pengembangan karakter siswa baik dalam segi pengetahuan ataupun pengembangan keterampilan siwa agar pada nantinya muncul SDM sebagai hasil pendidikan yang memiliki karakter. Karakter ini yang pada nantinya akan menjadi pembatas bagi siswa untuk memilih jalan hidup seperti apa yang seharusnya dia jalani.
Faktanya:
Faktanya banyak yang masih belum mengetahui sebenarnya apa yang dimaksud denganpendidikan karakter. Tidak jauh-jauh hal ini juga terjadi kepada saya yang sebelumnya telah menuliskan beberapa artikel tentang pendidikan karakter. Fakta yang saya maksud adalah masih banyak praktisi pendidikan khususnya mereka yang masih awam seperti saya masih sulit membedakan antara pendidikan karakter dengan pendidikan berkarakter. Banyak yang menggunakan istilah pendidikan berkarakter  padahal bermaksud untuk menjelaskan tentang pendidikan karakter.
Termasuk salah satunya pemerintah kita yang dengan mudahnya memberlakukan ujian nasional. Ujian nasional yang dulu telah membatasi siswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena tingginya nilai kelulusan (sekarang 50:50, 50% US dan 50% UN). Padahal MA telah memutuskan untuk melarang pelaksanaan UN. Tapi dengan mudahnya Pemerintah tetap menjalankan UN yang mengeluarkan biaya yang SANGAT BANYAK. Yang mengeluarkan peraturan adalah dirjen pendidikan yang sebenarnya dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang hierarki sumber-sumber hukum tidak jelas diatur bagaimana kekuatan hukumnya. Apakah ini termasuk pendidikan karakter? atau pendidikan berkarakter?
Kita husnudzhon billah saja mungkin ini adalah perwujudan dari pendidikan berkarakter. Membentuk pendidikan Indonesia memiliki image yang negatif, yang suka menghambur-hamburkan uang, yang sangat tidak peduli akan kebutuhan peserta didik, dan tidak mau tahu bagaimana kondisi peserta didik.
Pendidikan karakterlah yang seharusnya diberikan. Untuk semakin mendewasakan demokrasi seharusnya peran pendidikan adalah menanamkan karakter atau nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila sebagai dasar ideologi negara. Dengan diberikannya pendidikan karakter maka akan timbulah rasa cinta tanah air yang tinggi. Selain itu dengan diberikannya pendidikan karakter maka akan menjadi modal bagi hasi-hasil pendidikan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Semua ini untuk menuju kesejahteraan hidup berbangsa dan bernegara.
….
Inti yang ingin saya sampaikan di sini adalah mari kita bedakan antara pengertian pendidikan karakter dengan pendidikan berkarakter. Pendidikan karakter berupa penanaman nilai-nilai yang ditanamkan dalam proses pembelajaran. Pendidikan berkarakter yang lebih cenderung berarti pendidikan yang memiliki karakter (pendidikannya yang berkarakter, bukan siswanya). Karena jika sekedar konsepnya saja kita sudah keliru apalagi dalam pelaksanaannya. Be smart!!!

diambil dari link http://www.inoputro.com/2012/04/pendidikan-karakter-atau-pendidikan-berkarakter/


Powered By rhirie castle